Efikasi Terapi Ozon Medik Intramuskular

Kemanjuran atau efikasi terapi oksigen / terpai ozon medik dalam pengobatan saat ini telah didefinisikan dengan baik dan dibuktikan dalam beberapa bidang, seperti penyakit pembuluh darah, infeksi, ortopedi, dan odontioni. Namun demikian, karena penggunaan empiris yang tidak tepat oleh beberapa praktisi, kurangnya standarisasi, generator ozon tanpa fotometer yang sesuai, dan kelangkaan data ilmiah, pengobatan ortodoks cenderung menolak terapi ozon.

Rasional penggunaannya didasarkan pada eksploitasi sifat kimiawi ozon, suatu bentuk alotropik oksigen yang tidak stabil. Terapi ozon medik memiliki efek langsung (mekanis) dan tidak langsung (anti-inflamasi).

Efek langsungnya terdiri dari lisis proteoglikan yang menyusun nukleus pulposus cakram, yang menghasilkan pelepasan molekul air dan selanjutnya degenerasi sel matriks, yang kemudian digantikan oleh jaringan fibrosa, menyebabkan volume cakram berkurang. Efek tidak langsung diwujudkan dengan mengubah pemecahan asam arakidonat menjadi prostaglandin inflamasi. Akibatnya, dengan mengurangi komponen inflamasi, ada penurunan nyeri berikutnya.

Dalam penggunaannya di bidang ortopedi, ozon dapat diberikan melalui beberapa cara, seperti intramuskular, intradiscal, intraforaminal, dan periradikuler. Biasanya, kecuali cara intramuskular, yang lain perlu dipandu oleh computed-tomography (CT) dan dilakukan dengan dukungan ahli anestesi.

Injeksi paravertebral lumbal intramuskular ozon minimal invasif, aman dan efektif dalam mengurangi nyeri, serta kecacatan dan asupan obat analgesik.

Pada terapi ozon medik dengan metode intramuskular, campuran darah dan gas ozon akan disuntikkan ke dalam tubuh pasien. Terapi ozon juga membentuk peroksida, termasuk alkoxyl, peroxyl radicals, singlet oxygen, ozonides, carbonyls, dan alkens, yang menghilangkan plak penyebab penyempitan pembuluh darah bagi penderita hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia, yang bisa menyulut stroke dan jantung koroner. ⁠

kunujungi klinik terapi ozon kami : Q Derma Clinic

sumber : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6357609/